Minggu, 30 Januari 2011

Koeli Cina Dalam Perkembangan Industri Timah di Belitung




                                                          poto by:  kfk.kompas.com                   Koeli Cina Dalam Perkembangan Industri Timah di Belitung
Pada masa konsesi pertama( 1852-1892 ),kuli Cina memegang peranan penting dalam produksi timah di Belitung.Staf perusahaan yang sangat sedikit jumlahnya dan mekanisme yang baru di laksanakan pada awal abad ke 20,merupakan penyebab utama mengapa pihak perusahaan sangat tergantung pada pekerjaan,pengalaman,keahlian dan organisasi kerja kongsi Cina.Dengan organisasi kerja kongsi,pihak perusahaan tidak perlu mengawasi kerja tambang,tetapi cukup berperan sebagai pembeli timah yang di hasilkan kongsi.

Kuli yang hendak membuka sebuah tambang membentuk kongsi lebih dulu. Setiap kongsi biasanya terdiri dari 4 sampai 5 saham.Di pilih salah seorang diantara pemilik saham untuk menjadi kepala tambang,yang di sebut juga dengan kepala parit atau kepala kongsi.Kepala tambang ini berperan ganda,yang pertama mengurus rumah tangga tambang dan yang kedua menjadi perantara antara kongsi tambang dan staf perusahaan.Ia menerima barang barang kebutuhan dan uang untuk keperluan anggota kongsinya dari staf perusahaan dan kemudian bertanggung jawab pula untuk mendistribusikannya di lingkungan tambangnya. Sebaliknya Kepala tambang wajib menyerahkan timah yang di hasilkan oleh tambangnya kepada staf perusahaan dengan harga yang telah di tetapkan.
Dalam menjalankan tugasnya,ia di bantu oleh sekretarisnya atau dalam bahasa Cina Hakka di sebut dengan lo foen soi foe,pada umumnya kepala tambang tidak ikut bekerja di tambang,akan tetapi ia memiliki pekerjaan lain,seperti menjadi kepala kelompok untuk membuat arang kayu yang di pergunakan untuk pencairan timah.Oleh karena itu ia menikmati gaji ganda,dari kongsi dan juga dari pekerjaan tambahan tersebut.Dari kongsi ia memperoleh gaji yang berkisar antara f.50-f.250 setahun menurut besar kecilnya tambang.selain gaji,kepala tambang ini juga masih dapat menikmati berbagai keuntungan lain,misalnya dari hasil penjualan barang barang kebutuhan kuli,seperti candu,teh,tembakau,gula dan barang barang untuk upacara agama dan sebagainya.Barang-barang tersebut di jual dengan cara kredit kepada kuli,barang barang ini di ambilnya dari para pedagang Cina yang berdagang di setiap distrik dengan cara kredit pula.
Kepala tambang biasanya di tunjuk dari penduduk setempat atau di kalangan orang Cina sendiri sebagai raja raja kecil yang memiliki kekuasaan yang luar biasa di dalam tambang,tetapi di luar tambang kedudukannya di tentukan oleh perusahaan.
Pemilik saham di dalam tambang dapat di bedakan atas dua kriteria,pertama,pemilik saham yang langsung mengorganisir tambangnya,dan kedua,pemilik yang sama sekali tidak terlibat dalam kegiatan penambangan.ada empat cara untuk mempunyai saham di dalam tambang,pertama,saham dapat di peroleh seseorang sebagai hadiah dari perusahaan kepada orang yang pertama kali menunjukkan lokasi timah,kedua,saham di peroleh dengan cara di ambil alih,dari pemilik saham lama yang di pulangkan ke Cina atau yang ingin mencari pekerjaan lain,ketiga,pengambilan saham lewat pembayaran dalam bentuk uang,seperti pemilik saham kategori kedua.Keempat,saham dapat di peroleh oleh kuli dengan cara kredit.
Tempat tinggal kepala tambang agak terpisah dari tempat tinggal kuli. Para kepala tambang dan pemilik saham tinggal bersama keluarga mereka,istri dan anak anak,selain kwalitas bangunannya lebih baik,rumah kepala tambang ini juga di lengkapi dengan sebuah ruang khusus untuk menerima tamu tamu eropa yang datang pada waktu waktu tertentu.
Hubungan antara kongsi dengan staf perusahaan hanya di lakukan lewat kepala kongsi dan sekretarisnya,terutama pada masa perhitungan atau masa tutup buku dan mulainya kerja baru pada tahun berikutya.Tertutupnya kongsi dari dunia luar sama saja dengan memindahkan tradisi kehidupan orang Cina dari negerinya ke rantau Belitung.Cara seperti ini selalu di banggakan oleh pihak perusahaan dengan mengatakan di situlah letak keunikan orang Cina Belitung daripada orang Cina di Bangka dan Sumatra Timur.
Dan dari beberapa uraian di atas dapat di simpulkan selama masa konsesi pertama,perkembangan industri timah semata mata bertumpu pada teknologi penambangan dan jumlah tenaga kerja Cina,walau ada usaha usaha ke arah modernisasi,tetapi itu masih sangat terbatas baik dalam jumlah alat penambangan maupun tenaga ahli,pada awal abad ke 20 staf perusahaan hanya berjumlah 50 orang dan masing masing distrik hanya diawasi oleh 10 orang staf eropa dari berbagai tugas,hal ini menyebabkan perusahaan perusahaan semata mata menumpukkan harapannya pada kemampuan kongsi Cina,perusahaan berusaha agar kekuatan utama produksi yang terletak pada sejumlah besar kuli Cina tidak dieksplotir oleh sekelompok kecil pemilik saham.oleh karena itu organisasi kerja kongsi di modifikasi kedalam bentuk numpang dan akibatnya kedudukan kuli menjadi lebih kuat.
Masa antara tahun 1880an sampai awal abad ke 20,boleh di sebut masa transisi dalam perkembangan industri timah di belitung,alasannya,pihak perusahaan diombang ambingkan oleh kenyataan tentang ketidakpastian perpanjang konsesi.Ketidakpastian konsesi itu telah menyebabkan perusahaan khawatir untuk meneruskan usahanya,apalagi memperbesar investasi untuk meningkatkan kualitas eksplorasi dan teknik penambangan.Pada masa ini terlihat bahwa kehidupan perusahaan tidak hanya tergantung dari sudut pertimbangan ekonomis semata,melainkan juga di pengaruhi oleh keputusan keputusan politik penguasa.
10 tahun sebelum selesainya masa konsesi pertama,pihak perusahaan telah mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk memperpanjang masa konsesi pertama dalam tahun 1882,tetapi di kalangan para pejabat negara kolonial Belanda muncul perdebatan antara pihak pro dan kontra dalam parlemen Belanda.Masa ini dikenal dengan Billiton Affair.
Pemerintah ingin mengambil alih perusahaan sebelum masa konsesi pertama selesai,dengan alasan yang nampaknya lebih berorientasi etis.
Sikap pemerintah yang ingin menjadikan usaha penambangan timah belitung sebagai sebuah perusahaan negara sebetulnya berkaitan erat dengan politik imperialisme modern yang semakin menampakkan wujudnya menjelang akhir abad ke 19.
Beberapa perusahaan memmpunyai sistem yang dinamakan sistem kuota,sistem ini mempunyai beberapa keuntungan.Pertama,dengan adanya jaminan upah rata rata setiap kuli setahun,mereka merasa dirinya tidak di ekspolitir oleh pemilik saham atauoleh kepala numpangnya.Dan sebaliknya sistem kuota tersebut akan menjadi pendorong bagi setiap kuli untuk bekerja diatas produksi yang di tentukan,kedua,untuk memudahkan perekrutan.Menurut para pejabat pemerintah yang mengunjungi Belitung pada awal abad ke 20,sistem upah kuota adalah salah satu penyebab lancarnya arus imigrasi Cina ke pulau itu
Ketiga,keuntungan lainnya yang dapat di petik kuli dari sistem kuota itu adalah dalam hal uang simpanan/tabungan.Dengan jaminan kebutuhan minimal kuli dari setiap produksi kuota,dan memperoleh bonus bila melebihi produksi kuota,akan memberikan kesempatan bagi kuli untuk menyisihkan atau menyimpan sebagian uang yang di perolehnya untuk kemudian dikirim kepada keluarganya di negara asal.Setelah lima sampai enam tahun bekerja,seorang kuli dapat pulang ke negerinya atau mengirim uang sebesarnya f.100 sampai f.200 untuk keluarganya di Cina.
Dari beberapa uraian diatas dapat di simpulkan bahwa pihak perusahaan dalam masa transisi dari perkembangan industri timahnya masih dapat bertahan dengan menggunakan sistem kuota,dengan sistem ini,kuli merasa tidak di eksploitir,karena mereka akan menerima upah minimal juga akan mendapatkan premi bila produksinya melebihi batas .
Sejak awal abad ke 20,perusahaan mulai mengarahkan perhatiannya ke mekanisasi penambangan.Hal ini ada hubungannya dengan harga timah yang mulai membaik sejak tahun 1900,sehingga investasi dalam proses produksi dapat di lakukan.Alat alat baru untuk eksplorasi di perbanyak,dengan harapan dapat meningkatkan produksi.Perubahan dalam teknik penambangan ini di sertai pula dengan perubahan dalam organisasi kerja.Dalam hal ini perusahaan telah melakukan modifikasi dalam organisasi kerja kuli,dari kongsi ke numpang sebagaimana telah di bahas sepintas kilas dalam uraian di atas.
Selain mekanisme penambangan,perusahaan juga membangun jaringan komunikasi dan transportasi yang pasa gilirannya akan membantu memperlancar pengangkutan produksi.Untuk itu,di bangun jaringan telepon dan jalan darat yang dapagt menghubungkan dan memudahkan komunikasi antar distrik produksi.Misalnya,di masukkannya trem uap yang dapat membawa timah dari tambang ke gudang atau membawa barang barang kebutuhan kuli ke masing masing distrik tambang.Kemajuan dalam bidang transportasi ini di laporkan dengan bangga oleh Asisten Residen Belitung pada awal abad ke 20.Ia mengatakan bahwa sebelum abad ke 20,setiap kali wakil perusahaan melakukan inspeksi ke Belitung,memerlukan waktu berbulan bulan untuk mengelilingi semua distrik tambang dengan kendaraan kuda beban.Kini,tambah Asisten Residen lagi,jalan jalan tersebut bisa di lewati dalam waktu yang relatif lebih singkat.
Menjelang tahun 1930,negara negara produsen timah di dunia di hadapkan dengan situasi yang pelik,yakni resesi ekonomi dunia.Produksi timah terus melimpah,sedangkan permintaan timah terus menurun,sehingga tak pelak lagi harganya juga terus menurun.Bagi negara negara produsen,menutup kegiatan penambangan berarti kehilangan modal yang semakin besar,apalagi negara Bolivia dan semenanjung Malaka,dimana industri timah merupakan tulang punggung bagi pendapatan negara.Untuk mengatasi kelesuan harga timah tersebut,maka di bentuklah pada tahun 1929 Tin Producers Association.Pembentukan asosiasi ini di dahului dengan pertemuan dari sejumlah produsen timah dalam tahun 1921 di Bandung,yang di hadiri oleh The Federated Malay States,the Straits Trading Company,Eastren Smelting Company,Billiton Maatschappij dan pemerintah kolonial Belanda sendiri.Asosiasi ini pada gilirannya mengeluarkan peraturan sistem kuota untuk pemasaran timah.Akan tapi kesepakatan ini tidak di setujui oleh perusahaan Billiton,dengan alasan bahwa restrikasi itu akan berhasil,jika ada peraturan yang mengikat dari pemerintah.Dengan alasan tersebut pihak perusahaan tidak bergabung dengan asosiasi itu,dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa telah terjadi mekanisasi,namun dasar organisasi kongsi yang dimodifikasi dalam numpang tetap menampakkan ciri khasnya.
Sisitem teknologi dan organisasi kongsi Cina sebelum mekanisasi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam perkembangan industri timah Belitung.Penerapan teknologi penambangan yang lebih maju di lakukan bersamaaan dengan mempertahankan organisasi kerja kongsi.Inti dari sisten kerja sama dalam kongsi tetap di pakai dalam numpang .Perbedaannya adalah bila di dalam sistem kongsi kedudukan kuli cenderung lemah karena dieksploitasi oleh kepala kongsi,sedangkan di dalam sistem numpang kedudukan kuli menjadi lebih kuat karena adanya kerja sama dan pembagian keuntungan bersama dengan teman temannya berdasarkan produktivitas kerja,baik yang di hitung berdasarkan sistem quantum maupun tidak.Cara seperti ini mendapatkan dampak positif bagi kuli,karena mereka dapat menabung dan akhirnya selalu berkeinginan intuk kembali ke Belitung.Selanjutnya penyerahan wewenang disiplin kerja kepada pemimpin Cina dalam sistem numpang itu menjadikan faktor Koeli Ordonantie di Belitung berfungsi sebagai faktor preventif belaka.setidak tidaaknya di lihat oleh pengamat luar,pihak perusahaan dan pemerintah.
http://macheda.blog.uns.ac.id/2010/05/20/koeli-cina-dalam-perkembangan-industri-timah-di-belitung/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...